Jumat, 11 Maret 2016

ANALISIS UNDANG- UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS



ANALISIS
UNDANG- UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 40 TAHUN 2007
TENTANG
PERSEROAN TERBATAS

Disusun untuk memenuhi tugas matakuliah Hukum Dagang dan Bisnis
Dosen pengampu: Zulfatun Nikmah, M. Hum.

 Disusun Oleh:
1.      Ilma Hamdani A.        (NIM. 1711143029)
Blog: Ilmahamdani50.blogspot.com
2.      Ilma milatun N            (NIM. 1711143030)
Blog:ilmamila.blogspot.com
3.      Intan Pratiwi N.P        (NIM. 1711143034)
Blog: Intanpratiwi2.blogspot.co.id
4.      Kukuh Bagus B.I.       (NIM. 1711143039)
Blog: Kukuhirawan.blogspot.com
5.      Shofiana Aprilia          (NIM. 1711143077)
Blog: sofisiana.blogspot.com

BAB V
TANGGUNG JAWAB SOSIAL DAN LINGKUNGAN
Pasal 74
Ayat 1-4

Tanggung jawab sosial dan lingkungan disini diartikan sebagai komitmen Perseroan untuk berperan serta dalam pembangunan ekonomi berkelanjutan guna meningkatkan kualitas kehidupan dan lingkkungan yang bermanfaat, baik bagi perseroan sendiri, komunitas setempat maupun masyarakat pada umumnya. Tanggung jawab sosial dan lingkungan biasa disebut dengan TJSL atau dengan istilah Corporate Social Responsibility (CSR).

Perusahaan bertanggung jawab untuk menjamin bahwa kegiatan operasionalnya mampu menghasilkan barang dan atau jasa secara ekonomis, efisien dan bermutu untuk kepuasan pelanggan disamping untuk memperoleh keuntungan. Perusahaan juga berkewajiban untuk mematuhi hukum dan seluruh peraturan perundang-undangan nasional dan daerah yang berlaku diwilayah negara seperti misalnya mematuhi hukum ketenaga kerjaan, persaingan usaha yang sehat, perlindungan terhadap konsumen, perpajakan, laporan aktivitas perusahaan, dan termasuk juga untuk mematuhi hak-hak asasi manusia dan asas pengelolaan lingkungan hidup yang baik dan berkelanjutan.

Tidak semua Perseroan terbatas yang wajib melakukan tanggung sosial dan lingkungan, menurut bab V UUPT 2007, yang wajib melakukan tanggung jawab sosial adalah:
a.       Perseroan yang menjalankan usaha di bidang sumber daya alam.
Yang dimaksud dengan perseroan yang menjalankan usaha di bidang sumber daya alam menurut pasal 74 ayat (1) adalah perseroan yang mengelola dan memamfaatkan sumber daya alam.
b.      Perseroan yang menjalankan usaha yang berkaitan dengan sumber daya alam.
Yang dimaksud dengan usaha yang berkaitan dengan sumber daya alam menurut pasal 74 ayat (1) adalah perseroan:
1.      Tidak mengola dan tidak memamfaatkan sumber daya alam
2.      Tetapi kegiatan usahanya berdampak pada fungsi dan kemampuan sumber daya alam.[1]

Rancangan TJSL atau CSR dalam hal penjagaan sosial dan lingkungan untuk peduli terhadap kemajuan dan kesejahteraan masyarakat lokal dimana perusahaan tersebut berdomisili dan atau menjalankan aktivitas operasionalnya. Kewajiban  ini dapat dilakukan perusahaan melalui berbagai bentuk kegiatan yang idealnya cocok dengan strategi dan businis core dari perusahaan itu sendiri. Misalnya penyediaan hingga pelayanan kesehatan dan pendidikan masyarakat lokal, penyedian saran dan prasarama umum, dan sebagainya. Selain itu bisa diwujudkan dengan memasukkan aneka kegiatan yang bersifat karitatif didalamnya, seperti menyantuni anak yatim piatu, menolong korban bencana alam, dan sebagainya.

Jadi pada dasarnya TJSL bertujuan agar perusahaan dapat memberi kontribusi untuk kemajuan atau peningkatan kesejahteraan masyarakat setempat. Ini merupakan salah satu langah pemerintah yang  bertujuan untuk mewujudkan upaya menyejahterakan masyarakat melalui berbagai badan usaha yang berbadan hukum maupun bukan berbadan hukum.

TJSL atau CSR ini, dalam undang-undang no 40 tahun 2007 telah di jadikan sebagai salah satu agenda yang di bicarakan dalam rapat umum pemegang saham tahunan. Oleh karena itu, selain rencana kerja, direksi juga dapat mengajukan rencana untuk pelaksanaan TJSL ini untuk mendapat persetujuan dari para pemegang saham perseroan.







BAB VI
RAPAT UMUM PEMEGANG SAHAM
Pasal 75-91
Kaitannya dengan pasal ini, dari kelompok kami tidak menyebutkan pasal perpasal. Melainkan merangkum dalam satu kesatuan pengertian, selain karena jumlah pasal dan ayat yang begitu banyak dan malah mengurangi keefisian dalam pembahasan maksud dari bab ini juga guna lebih mudah dalam pemahaman pembaca. Selain itu untuk lebih jelasnya atau untuk menyesuaikan penjelasan dengan isi dalam pasal, sekiranya pembaca bisa mengecek kembali dalam UU No. 40 tahun 2007.

Ø RUPS (Rapat Umum Pemegang Saham) merupakan wadah dimana pemegang saham dapat menyalurkan kepentingannya.
Jenjang kedudukan antara RUPS, komisaris, dan Direksi meliputi:
ü  Menurut paham klasik kedudukan antara ke tiga organ berada dalam kedudukan dari atas ke bawah (untergeordnerd). Bahwa kekuasaan itu berpuncak pada RUPS, dengan dewan komisaris berada di bawahnya, dan yang paling bawah adalah direksi. Jika dewan komisaris dan direksi mempunyai kekuasaan, maka kekuasaan itu di anggap tidak lain berasal dari limpahan RUPS. Karena itu menurut pandangan klasik, apapun yang di perintahkan oleh RUPS, maka perintah itu mengikat dan harus di patuhi oleh dewan komisaris dan direksi.
ü  Tetapi pandangan tersebut sekarang sudah di tinggalkan. Dari berbagai sumber, adanya perseroan itu bukan semata-mata untuk kepentingan pemegang saham. Melainkan eksistensi perseroan itu berpengaruh banyak untuk kepentingan dan kehidupan masyarakat yang lebih luas.

Dari uraian tersebut menyatakan bahwa kedudukan ke tiga organ, yaitu Direksi-komisaris-RUPS tidaklah berjenjang ke bawah melainkan kedudukan ke tiga organ itu “sejajar” (neben), yang artinya yang satu tidak lebih tinggi dari yang lain. Masing-masing dengan tugas dan wewenangnya sendiri-sendiri menurut anggaran dasar dan peraturan perundang-undangan. Guna terciptanya pengelolaan pengurusan yang baik ( good corporate govermance). Jika perlu, apabila keputusan RUPS oleh Direksi dianggap bertentangan dengan kepentingan perseroan, maka Direksi boleh untuk tidak mematuhi keputusan RUPS tersebut.

Ø Tugas dan wewenang RUPS

Dari pengertian diatas dapat dijadikan sebagai acuan dalam membaca pasal 75 UU 2007 yang menyatakan bahwa RUPS mempunyai wewenang yang tidak diberikan kepada direksi atau dewan komisaris, dalam batas yang ditentukan oleh UU dan anggaran dasar Perseroan. Demikian jika dalam UU dan atau Anggaran dasar sudah ditentukan sebagai direksi dan atau tugas komisaris, maka perbuatan itu tidak boleh dilakukan oleh RUPS, tetapi jika ada sesuatu tugas atau wewenang yang tidak ditentukan sebagai tugas direksi dan atau komisaris, maka tugas tersebut merupakan wewenang dari RUPS.[2] 

Ø Tempat Penyelenggaraan

RUPS tersebut tidaklah dapat diselenggarakan disembarang tempat. Menurut pasal 76 UU 2007, RUPS harus diadakan ditempat kedudukan perseroan atau ditempat perseroan melakukan kegiatan usahanya yang utama. Jadi, bukan sekedar ditempat dimana perseroan mempunyai usaha. Untuk perseroan terbuka, RUPS dapat diadakan ditempat kedudukan bursa dimana saham perseroan dicatatkan. Ketentuan ini diatur pula dalam pasal 9 dari anggaran dasar.
Namun jika dalam RUPS hadir dan atau terwakili oleh semua pemegang saham dan semua pemegang saham menyetujuinya, maka RUPS dapat dilaksanakan dimanapun asal dalam wilayah negara Republik Indonesia.

Ø Kuorum dan Voting

Untuk sahnya RUPS haruslah terpenuhi tentang “Kuorum”. Adapun yang dimaksud dengan “Kuorum” adalah suatu prosentase tertentu diantara pemegang saham yang ada dan yang hadir dalam RUPS (pasal 77 UU 2007). Dalam pengertian hadir disini, dapat dihadiri oleh pemegang saham sendiri atau kuasanya. Sedangkan yang dimaksud dalam pemegang saham disini adalah pemegang saham yang mempunyai hak suara untuk hadir dan mempunyai hak memberikan suara dalam RUPS, sebab ada pemegang saham yang tidak mempunyai hak untuk hadir dan atau memberikan suara. Berapa besarnya kuorum tersebut, hal ini tidaklah sama rata, melainkan tergantung rapat acara. Untuk acara-acara yang biasa, kuorumnya lebih dari 50% (lebih dari separoh).
Tetapi jika acaranya mengenai perubahan anggaran dasar, maka kuorumnya diperberat, yaitu sebagaimana pasal 88 UU 2007, kuorumnya menjadi 66,66% (2/3) dari seluruh peemegang saham yang berhak suara, dan putusan RUPS disetujui oleh 66,66% (2/3) dari pemegang saham bersuara yang hadir.
Sedangkan dalam acara rapat menegenai penggabungan, peleburan, pengambil alihan, atau pemisahan (periksa pasal 89 UU 2007) atau pengajuan permohonan agar perseroan dinyatakan pailit , atau perpanjangan waktu pendirian perseroan, atau pembubaran perseroan, maka RUPS semacam ini hanyalah dapat sah diadakan jika dihadiri paling sedikit 75% (3/4) dari seluruh pemegang saham yang berhak suara, dan putusan tersebut disetujui oleh 75% (3/4) dari pemegang saham yang hadir.

Ø Penyelenggaraan dan pemanggilan

RUPS pada hakikatnya adalah wadah dimana para pemegang saham berhimpun untuk memperjuangkan kepentingannya, yang dalam mengambil keputusan akan berakhir dengan pemungutan suara. Maka untuk sahnya RUPS, merupakan syarat mutlak semua pemegang saham  harus di berikan jika akan di adakan RUPS , sehingga untuk menjadikan pertimbangan bagi pemegang saham, menurut kepentingannya, apakah ia merasa perlu hadir atau tidak dalam RUPS yang di adakan.
Karena itu menurut ketentuannya RUPS hanyalah dapat membicarakan mengenai  acara-acara yang sudah di cantumkan dalam surat pemanggilan RUPS.
Menurut pasal 79 uu 2007, direksilah yang menyelenggarakan RUPS dengan di dahului dengan pemanggilan. Dalam pasal 82 UU 2007, dan dalam pasal 9 Anggaran dasar, di atur mengenai tata cara pemanggilan. Pemanggilan kini di lakukan dalm jangka  waktu paling lambat 14 harisebelum tanggal RUPS di adakan, dengan tidak memperhitungkan  tanggal pemanggilan dan RUPS.
Pemanggilan di lakukan dengan surat tercatat atau iklan dalm serat kabar. Dalm panggilan harus di cantumkan tanggal, waktu, tempat, dan mata acara rapat yang di sertai pemberitahuan  bahwa bahan yang akan di bicarakan tersedia di kantor perseroan sejak tanggal di lakukan pemanggilan sampai tanggal RUPS di adakan.
Bagaimana manakala pemanggilan tidak di lakukan sebagaimana terurai di atas. Logisnya, maka RUPS menjadi tidak sah. Namun menurut pasal 82 ayat 5,dalam hal pemanggilan tidak sesuai dengan ketentuan sebagaimana di maksud di atas, maka RUPS tetap sah, jika semua pemegang saham dengan hak suara hadir atau di wakili secara bulat menyetujui diadakannya RUPS tersebut serta semua di antara mereka setuju dengan keputusan RUPS.

Ø Yang memprakarsai  RUPS dapat di selenggarakan

Umumnya prakarsa mengadakan RUPS itu datangnya dari direksi, karena direksilah yang menjalankan manajemen perseroan. Tetapi sebagaimana pasal 79 ayat 2 UU 2007, prakarsa untuk meminta di adakannya RUPS dapat pula dari pihak pemegang saham. Dapat di mintakan oleh satu orang atau lebih yang pemegang saham. Satu orang ini atau lebih dari itu orang dan bersama- sama, mewakili 1/10 atau lebih dari jumlah seluruh pemegang saham yang berhak suara atau permintaan diselenggarakannya rapat tersebut dapat pula datangnya dari dewan komisaris.
Permintaan oleh pemegang saham sebagaimana teruarai diatas, diajukan kepada direksi dengan surat tercatat disertai dengan alasannya yang tembusannya disampaikan kepada dewan komisaris (pasal 79 ayat 3 dan ayat 4). Dalam hal demikian ini direksi wajib menyelenggarakan RUPS yang diminta itu dalam jangka waktu paling lambat 15 hari terhitung dari sejak tanggal permintaan penyelenggaraan rapat.
Dalam hal ini sebagaimana pasal 79 ayat 6, pemegang saham yang bersangkutan harus memajukan permohonan ulang kepada dewan komisaris.  Dalam peristiwa semacam ini, rapat tersebut berhak diadakan sendiri oleh dewan komisaris, dalam jangka waktu 15 hari terhitung sejak tanggal permintaan oleh pemegang saham kepada komisaris, tetapi sudah tentu menurut cara-cara yang telah ditentukan oleh undang-undang.
Apabila pernyataan permohonan rapat tidak diindahkan oleh dewan komisaris, sesuai dengan pasal 80 ayat 1 UU 2007, maka pemegang saham dapat meminta penyelenggaraan RUPS dengan memajukan permohonan kepada ketua pengadilan negeri yang daerah hukumnya meliputi kedudukan perseroan. Manakala dapat dikabulkan menurut pertimbangan ketua pengadilan maka ketua pengadilan menerbitkan suatu penetapan memberikan izin kepada pemohon melakukan sendiri penyelenggaraan rapat.
Mnurut pasal 80 ayat 2, ketua pengadilan menerbitkan penetapan tersebut setelah memanggil dan mendengar pemohon secara samar yang telah membuktikan bahwa persyaratan telah dipenuhi dan pemohon mempunyai kepentingan yang wajar untuk diselenggarakannya RUPS.
Negeri juga memuat ketentuan-ketentuan mengenai :
a)      bentuk RUPS
b)      Mata acara sesuai dengan permohonan
c)      Jangka waktu pemanggilan
d)     Kuorum kehadiran, dan atau
e)      Ketentuan tentang persyaratan pengambilan keputusan, serta penunjukkan ketua rapat, sesuai dengan atau tanpa terikat pada ketentuan UU atau Anggaran Dasar
f)       Perintah yang mewajibkan direksi dan atau dewan komisaris untuk hadir.
Menurut pasal 80 ayat 6 UU 2007, penetapan ketua pengadilan yang memberikan izin tersebut bersifat final. Artinya tidak memungkinkan untuk termohon banding atau kasasi. Namun menurut pasal 80 ayat (7), apabila ketua pengadilan menolak untuk menerbitan penetapan izin tersebut, maka pemohon berhak memajukan upaya hukum, tetapi bukan melalui banding, melainkan dengan langsung memajukan kasasi.

Ø Acara Rapat

Dalam RUPS pengambilan keputusan yang tidak sesuai dengan acara rapat yang telah dipermaklumkan, maka keputusan rapat itu tidak sah berlaku (Pasal 82 ayat 5). Oleh karena itu perlu diingatkan, tidak dapat dalam panggilan dicantumkan acara “ dan lain-lain” yang kemudian RUPS mengambil suatu keputusan atas dasar karna adanya pemberitahuan “lain-lain” tersebut.
Namun jika semua pemegang saham dengan hak suara hadir, dan semuanya dapat menyetujui, maka dapat saja sewaktu-waktu dilakukan penambahan acara atau agenda yang dibicarakan (Pasal 76 ayat 4 UU 2007).

Ø Pengumuman akan di selenggarakannya rapat

Berdasarkan pasal 83 UU 2007, khusus untuk PT terbuka, untuk penyelenggaraan RUPS tidak cukup semata-mata hanya dengan pemanggilan. Untuk PT terbuka, sebelum di lakukan pemanggilan melalui iklan, harus terlebih dahulu di dahului dengan” pemberitahuan” tentang di adakanya rapat. Adapun maksud dari kontruksi ini akan memberikan kesempatan pada pemegang saham untuk mempersiapkan diri, terutama dalam hubungannya dengan hari dan tanggal di selenggarakannya RUPS

Ø Hadir dengan kuasa

untuk menghadiri RUPS, pemegang saham tidak harus hadir sendiri, tetapi boleh dengan mengutus orang lain sebagai pemegang kuasa (pasal 85 UU 2007 ayat (1)). Tetapi menurut pasal 85 ayat (4), dalam pemungutan suara kuasa tersebut tidak boleh di berikan kepada anggota direksi, anggota komisaris, dan karyawan perseroan. Jika tetap di berikan kepada orang-orang tersebut  maka mereka tidak dapat ikut serta dalam pemungutan suara. Yang di larang dalam hal ini adalah pemberian kuasa dalam voting dan tidak di larang jika hanya sekedar hadir. Kehadiran orang-orang tersebut akan tetap di hitung dalam penghitungan kuorum.

Ø Antara RUPS tahunan dengan RUPS luar biasa

Dalam pasal 78 di bedakan antara RUPS tahunan dan  RUPS lainnya, RUPS tahunan ini dalam praktek biasa di sebut sebagai RUPS biasa dan untuk RUPS lainnya di sebut pula sebagai RUPS luar biasa (RULB). Tetapi yang luar  biasa itu bukan pemegang sahamnya, melainkan adalah  ”rapatnya” .
Perbedaan hanya sekedar pada “acara” ( agenda) dari rapat tersebut. Disebut RUPS Tahunan atau biasa, jika rapat ini untuk membicarakan pertanggung jawaban direksi dan komisaris, kususnya berkaitan dengan neraca untung rugi neraca perusahaan. Disebut  tahunan, karena di selenggarakan setiap tahun paling lambat 6 bulam setelah tahun buku berakhir. Sedangkan di sebut RUPS luar biasa apabila tidak membicarakan hal tersebut. Dan dapat di adakan setiap waktu berdasarkan kebutuhan perseroan.
Apabila penyelenggaraan RUPS tahunan dan RUPS luar biasa secara bersamaan maka disselenggarakan secara dua tahap. Pertama, di selenggarakan RUPS tahunan,nkemudian setelah berakhir lalu rapat di tutup. Kemudian dibuka lagi rapat baru dengan acara RUPS luar biasa.

Ø Hasil keputusan RUPS

Apa yang di bicarakan, apa yang terjadi dan apa yang di putuskan, haruslah di catat. Hal ini di jelaskan dalam pasal 90 ayat 1 2007. Pencatatan itu tidak mutlak oleh seorang notaris. Pencatatan tersebut dapat di lakukan secara non notaris dengan akta di bawah tangan, tetapi dapatpula seca autentik oleh notaris. Menurut pasal 90 ayat 1 uu 2007, jika risalah atau pencatatan di bawah tangan, maka risalah itu di buat dan di tandatangani oleh ketua rapat dan paling sedikit oleh satu orang pemegang saham yang di tunjuk oleh rapat.
Sebaliknya jika di buat oleh notaris yang notarisnya hadir sendiri dalam rapat, maka risalah itu akan dibuat dalam bentuk relaas  akta, yaitu yang biasa di sebut sebagai “berita acara” dan cukup di tanda tangani oleh notaris dan dua saksi pegawai notaris.

Ø Melalui “circular Rosolution” dan telekonferensi

Menurut pasal 91 UU 2007, RUPS tidak harus selalu dalam bentuk rapat di suatu tempat dimana para pemegang saham bertemu secara langsung, tetapi dapat melalui pengambilan keputusan di luar RUPS, yaitu dengan secara tertulis oleh diretsi di edarkan pada para pemegang saham yang mengusulkan sesuatu putusan yang di usulkan oleh direksi, yang kemudian di setujui secara tertulis pula oleh seluruh pemegang saham. Keputusan yang di ambil seperti itu mempunyai kekuatan hukum yang sama dengan keputusan RUPS.
 Selain itu dalma pasal 77 UU 2007, adalagi yang di namakan dengan RUPS yang di selenggarakan secara ”telekonferensi” atau  “konferensi” atau media elektronik lainnya. Dalam rapat ini memang terjadi komunikasi langsung di antara pemegang saham, tetapi tanpa berkumpul dalam satu tempat, melainkan dilaksanakan oleh media elektronik.
Dalam kedua macam rapat tersebut, berlaku pula persyaratan kuorum dan persyaratan pengambilan keputusan sebagaimana di atur dalam UU 2007, dan harus di buatkan risalah rapatnya yang di setujui dan di tanda tangani oleh semua rapat.































DAFTAR PUSTAKA

·         Harahap, M. Yahya, Hukum Perseroan Terbatas, (Jakarta: Sinar Grafika, 2009).
·         Prasetya ,Rudhi, Perseroan Terbatas Teori dan Praktik, (Jakarta: Sinar Grafika, 2013).
·         Undang- Undang Republik Indonesia No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.


[1] M. Yahya Harahap, S.H., Hukum Perseroan Terbatas,(Jakarta: Sinar Grafika, 2009), hal.300
[2] Rudhi Prasetya, Perseroan Terbatas Teori dan Praktik, (Jakarta: Sinar Grafika, 2013), hal. 42

2 komentar:

  1. Post yang baik, dengan membaca artikel ini menambah pengetahuan saya mengenai apa itu RUPS, tapi disini ada bebrapa masalah yang perlu anda jelaskan :
    1. Tolong anda jelaskan mengenai bentuk TJSL yang dibahas oleh RUPS ?
    2. Jelaskan lebih rinci mengenai program kerja yang dilakukan oleh RULB ?
    terima kasih..

    BalasHapus
    Balasan
    1. Sebelumnya terimakasih atas kunjungan anda dan komentar anda terhadap tulisan ini,,,
      Sebelumnya perlu kita ketahui bahwa perseroan yang dibebani tanggung jawab sosial dan lingkungan adalah perusahaan yang tujuan dan kegiatannya melakukan eksplorasi terhadap sumber daya alam. Mengenai TJSL atau CSR ini,dalam Undang-Undang No. 40 tahun 2007 telah dijadikan sebagai salah satu agenda yang dibicarakan dalam Rapat Umum Pemegang saham Tahunan. Oleh karena itu, selain rencana kerja, Direksi juga dapat mengajukan rencana untuk pelaksanaan CSR ini untuk mendapat persetujuan dari para Pemegang Saham Perseroan. Hal yang dibahas Mengenai agenda agenda perseroan yang akan dilakukan kedepan berkenaan dengan kegiatan sosial dan lingkungannya,,,Contohnya mengadakan agenda bakti sosial, dll.
      Sedangkan RUPSLB dalamPasal 78 ayat (4) menyatakan bahwa:

      “RUPS lainnya dapat diadakan setiap waktu berdasarkan kebutuhan untuk kepentingan Perseroan.” RUPS lainnya Disini adalah RUPSLB, dimana rapat ini dapat kapan saja dilakukan sesuai dengan kepentingan perseroan, asal benar- benar secara objektif kepentingan perseroan membutuhkannya,, seperti apabila perseroan ingin mengubah susunan direksi maupun dewan komisaris, mengubah nama, tempat kedudukan, jangka waktu berdirinya perseroan, dan hal lainnya yang membutuhkan persetujuan dari para pemegang saham.

      Hapus