Minggu, 27 November 2016

UU ITE

Revisi Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) mulai berlaku pada Senin, 28 November 2016. Hal ini menuntut masyarakat agar lebih berhati-hati di ranah media sosial.

Di dalam UU ITE itu dijelaskan bahwa masyarakat dilarang membuat dan menyebarkan informasi yang bersifat tuduhan, fitnah, maupun SARA yang mengundang kebencian. "Yang bisa dijerat bukan hanya yang membuat, tapi justru juga yang mendistribusikan dan mentransmisikannya. Jangan mudah menyebar informasi yang bisa menimbulkan kebencian terhadap kelompok tertentu," kata Staf Ahli Menteri Komunikasi dan Informatika Bidang Hukum Henry Subiakto di Jakarta, Sabtu

Minggu, 06 November 2016

Jaminan Hipotek




BAB II
PEMBAHASAN
A.      Pengertian Hippotek
          Hypotheca berasal dari bahasa latin, dan hypotheek dari bahasa Belanda, yang mempunyai arti “Pembebanan”.[1]
          Pengertian hipotek dinyatakan dalam pasal 1162 KUH perdata, yang bunyinya:
“Hipotek adalah suatu hak kebendaan atas benda-benda tidak bergerak untuk mengambil penggantian dari padanya bagi pelunasan suatu perikatan.”
Selanjutnya pasal-pasal KUH Perdata memberikan penjelasan lebih lanjut mengenai pengertian hipotek, sebagai berikut:
Benda bergerak tidak dapat dibebani dengan benda bergerak.”
Ketentuan pasal 1168 KUH perdata menyatakan:
Hipotek tidak dapat diletakkan selainnya oleh siapa yang berkuasa memindahgunakan benda yang dibebani
Dalam pasal 1171 ayat (1) KUH Perdata dinyatakan:
Hipotek hanya dapat diberikan dengan satu akta autentik, kecuali dalam hal-hal yang dengan tegas ditunjuk oleh undang-undang
Selanjutnya pasal 1175 ayat (1) KUH Perdata menyatakan:
Hipotek hanya dapat diletakkan atas benda-benda yang sudah ada dikemudian hari adalah batal
Kemudian dalam pasal 1176 ayat (1) KUH Perdata dinyatakan:
“Suatu hipotek hanyalah sah, sekedar jumlah uang untuk mana ia telah diberikan adalah tentu dan diitetapkan didalam akta.”[2]
Dalam garis besar, pengertian hipotek dalam pasal 1162 B.W, hipotik adalah suatu hak kebendaan atas suatu benda yang tak bergerak, bertujuan untuk mengambil pelunasan suatu hutang dari (pendapatan penjualan ) benda itu.[3]
Dalam buku Pokok-Pokok Hukum Perikatan dan Hukum Jaminan karangan Hartono Hadisoeprapto menjelaskan, bahwa hipotik adalah bentuk jaminan jaminan kredit yang timbul dari perjanjian, yaitu suatu bentuk jaminan yang adanya harus diperjanjikan terlebih dahulu.[4]
B.  Ciri dan Sifat Hipotek
Ø Ciri hipotek
Berdasarkan perumusan pengertian hipotek dan pasal-pasal lainnya dari KUH Perdata, dapat dirumuskan bahwa hipotek adalah hak kebendaan atas benda tidak bergerak (benda tetap) untuk pelunasan hutang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan atau mendahulu kepada pemegangnya. Dengan demikian hipotek mempunyai cirri-ciri sebagai berikut:
1.      Hipotek merupakan suatu hak kebendaan atas benda-benda yang tidak bergerak (benda tetap), kebendaan selain benda tidak bergerak atau benda bergerak tidak dapat dibebani dengan hipotek: benda-benda yang disebutkan terahir tersebut hanya dapat dibebani dengan gadai (pasal-pasal 1162, dan 1164 dan 1167 KUH Perdata),
2.      Hipotek merupakan lembaga hak jaminan untuk pelunasan utang, (sejumlah uang)tertentu yang sebelumnya diperjanjikan dalam suatu akta, karenanya pemegang hipotek tidak berhak untuk menguasai dan memiliki kebendaan, jaminan itu, semata-mata benda-benda tidak bergerak sebagai jaminan bagi pelunasan sejumlah utang tertentu (pasal 1162 KUH Perdata),
3.      Walaupun pemegang hipotek tidsk diperkenankan untuk menguasai dan memiliki kebendaan jaminan yang dihipotekkan tersebut, namun diperkenankan untuk diperjanjiakn menjual atas kekuasaan sendiri, berdasarkan parate ekskusi kebendaan jaminannya jika debitur wanprestasi (pasal 1178 KUH Perdata)
4.      Memberikan kedudukan didahulukan dana didahulukan kepada pemegang hipotek (pasal-pasal 1133,1134 ayat (2), 1198), maka jika debitur cedera janji, kreditur (pemegang hipotek) berhak menjual kebendaan jaminan, dengan hak mendahulukan dari pada kreditur-kreditur yang lain.
5.      Mudah melaksanakan eksekusinya (pasal 1178 ayat (2) KUH perdata)
Kalau demikian sama halnya dengan gadai, juga hipotek menurut sifatnya merupakan accessoir pada suatu piutang,. Artinya perjanjian jaminan kebendaan hipotek ini aka nada, apabila sebelumnya telah ada perjanjian pokoknya. Yaitu perjanjian yang menimbulkna hubungan hukum utang piutang yang dijamina pelunasannya dengan dengan kebendaan yang tidak bergerak. Perjanjijan utang piutang atau perjanjian lainnya yang menimbulkan hubungan hukum utang piutang tersebut harus dituangkan atau ditetapkan dalam suatu akta.
C.      Sifat-sifat hipotek
Sebagai hak kebendaan yang memberikan jaminan atas kebendaan tidak bergerak,  maka sifat-sifat yang melekat pada hipotek itu, adalah :
1.    Bersifat accessoir pada perjanjian pokok tertentu
2.    Tidak dapat dibagi-bagi
3.    Tetap mengiikuti kebendaan
4.    Bersifat terbaku
5.    Mengandung perterlaan
6.    Mengenal pertingkatan
7.    Mengandung hak didahulukan
8.    Mengandung hak untuk perlunasan piutang tertentu

1)   Bersifat accessoir dari perjanjian hipotek
Kata-kata “untuk mengambil pengganti dari padanya bagi peluasan suatu perikatan” dalam pasal 1162 KUH Perdata menunjukkan kepada kita, bahwa hipotek sama semua perjanjian penjaminan yang lain tidak dapat dapat berdiri sendiri, ia selalu dikaitkan dengan sengaja, dengan perikatan lain, yang merupakan pokoknya (perikatan pokok) danwujudnya selalu ketagihan.
Perjanjian hipotek yang bersifat accesoir maka kelahiran dan kebendaan hak hipotek tertentukan adanya piutang yang dijamin pelunasannya, dengan hapusnya utang yang dijamin pelunasannya maka hak hipotek hapus karenanya.
Perjanjian hipotek ini mengabdi kepada perikatan pokoknya, dengan konsekuensinya sebagai berikut:
1.    Dia ikut terikut dengan dioperkannya perikatan pokok (misalnya melalui cessie dan subrogatie)
2.    Ia menjadi hapus kalau perikatan pokoknya berahir berahir atau batal
3.    Ia tidak dapat dialihkan secara terpisah dari perikatan
Perikatan pokoknya merupakan ikatan yang berdiri sendiri tidak bergantung dari perikatan lain, apalagi dari accessoir-nya. Dengan demikian hipoteknya boleh batal, tetapi perokatannya bisa tetap berjalan , sekalipun mungkin selanjutnya kreditur hanya berkedudukan sebagai kreditur konkuren saja
Dengan demikian dari kata-kata “harus memuat suatu penyebutan khusus tentang benda-benda yang dibebani, begitu pula tentang sifat dan letaknya” menandakan bahwa ikatan hipotek hanya dapat dilakukan atas benda-benda yang disebutkan atau ditunjuk secara khusus, baik yang menyangkut bentuk bendanya, sifatnya, letak bendanya, ukuran bendanya, dan lain-lain.
     Pendaftaran hipotek menunjukkan kepada kita dengan tepat benda jaminan mana (tertentu) yang dijaminkan dan subjek penjaminan. Itulah sebabnya dikatakan dianut asas spesialitas di dalam hipotek.
2)   Hipotek tidak Dapat dibagi-bagi
Salah satu ciri dan sifat hipotek itu tidak dapat dibagi-bagi (ondeelbaar) dan melekat di atas seluruh benda objeknya. Demikian di simpulkan dari ketentuan Pasal 1163 ayat (1) KUH Perdata, yang bunyinya sebaga berikut:
Hak tersebut pada hakikatnya tidak dapat dibagi-bagi dan terletak di atas semua benda tidak bergerak yang di ikatkan dalam keseluruhannya, di atas, masing-masing dari benda-benda tersebut dan diatas tiap bagian dari padanya.
Secara lebih sederhana dapat kita katakan, bahwa hak tagihan tidak pindah menurut pertimbangan pada bagian-bagian benda jaminan. Hal ini membawa konsekuensi, bahw adalam hipotek pada prinsipnya tidak dikenal roya partiil, dalam arti pemberi hipotek tidak dapat menuntut roya sebagian dari keseluruhan jaminan hipotek, kalau ia melunasi sebagian utangnya, walaupun benda jaminannya sendiri bisa dibagi-bagi (delbaar). Secara sukarela memang kreditor boleh membebaskan sebagian dari benda jaminan, asal benda tersebut merupakan benda yang berdiri sendiri, artinya bukan merupakan bagian yang tidak terbagi dari satu benda tertentu (J. sastrio, 2002: 213).
Akibatnya lebih lanjut, kalau debitur meninggal dunia dan warisannya diwarisi oleh beberapa ahli warisnya, maka meskipun utangnya sendiri mungkin di bagi-bagi di antara para ahli warisnya, hipoteknya tetap melekat pada benda jaminan sebagai satu kesatuan, sehingga kreditor tetap dapat mengambil pelunasan untuk seluruh tagihannya atas hasil penjualan benda jaminan (J. sastrio, 2002: 213).
3)   Hipotek bersifat mengikuti kebendaanya
Dalam pasal 1163 ayat (2) KUH Perdata dinyatakan:
Benda-benda itu tetap dibebani dengan hak tersebut, di dalam tangannya siapa pun ia berpindah.
Dari ketentuan pasal 1163 ayat (2) KUH Perdata ini, sebagai konsekuensi dari hak kebendaan, maka hak hipotek itu tetap mengikuti kebendaanya yang dijaminkan di dalam tangan siapa pun kebendaan jaminan itu berada atau dipindah. Sifat ini dikenal dengan istilah droit de suite atau zaaksgevolg dan merupakan salah satu sifat dari jaminan kebendaan yang di peruntukkan bagi kepentingan kreditor (Pemeganghipotek). Walaupun kebendaan jaminannya sudah berpindah tangan dan selanjutnya menjadi milik pihak atau orang lain, kreditor (Pemeganghipotek)  masih tetap dapat menggunakan haknya untuk menuntut pelaksanaan eksekusi guna mengambil pelunasan piutangnya, jika debitur wanprestasi.
4)   Ikatan Hipotek harus didaftarkan sebagai pemenuhan Asas Publisitas
Berdasarkan ketentuan dalam pasal 1179 ayat (1) KUH Perdata, agar suatu ikatan hipotek itu mempunyai kekuatan hukum, baik terhadap debitur (pemberi hipotek) dan kreditor (Pemegang Hipotek) maupun terhadap orang lain pihak ketiga, maka ikatan hipotek tersebut wajib didaftarkan dalam suatu daftar yang diperuntukkan untuk itu.  Sifat ini bertalian erat dengan kedudukan di utamakan (preferent) yang di berikan kepada kreditor (PemegangHipotek) terhadap kreditor lainnya. Untuk itu, harus ada catatan mengenai pembebanan hipotek atas benda jaminannya. Apabila hal demikian tidak dilakukan sesuai dengan ketentuan dalam pasal 1179 ayat (2) KUH Perdata maka suatu ikatan hipotek tidak di daftarkan tidaklah mempunyai kekuatan apapun juga bagi para pihak maupun pihak ketiga lainnya.
Karena suatu pendaftaran pada asasnya di maksudkan untuk kepentingan umum, maka buku pendaftaran sifatnya terbuka untuk umum, dan karenanya dikatakan, bahwa hipotek menganut asas publisitas. Artinya, setiap orang (publik) mungkin dengan membayar sejumlah uang administrasi tertentu berhak untuk melihat buku daftar. Di sana haknya perlindungan terhadap pihak ketiga (J. Satrio:199-200).
5)   Hipotek atas Benda tertentu (Mengandung pertelaan asas Spesialitas)
Hipotek mengandung pertelaan (specialitiet), artinya hipotek hanya dapat dibebani terhadap kebendaan yang di tunjuk secara khusus untuk itu; jadi di dalama kata hipotek harus disebutkan secara jelas dan terang, baik mengenai subjek hipotek, apalagi objek hipotek maupun ruang yang dijamin.
6)   Hipotek mengandung pertingkatan
Sama halnya dengan hak tanggungan, suatu objek hipotek dapat pula dibebani dengan lebih dari satu hipotek guna menjamin pelunasan lebih dari satu utang, sehingga terdapat pemegang hipotek peringkat pertama, pemegang hipotek peringkat kedua, pemegang hipotek peringkat ketiga, dan seterusnya. Pemegang hipotek peringkat pertama akan mempunyai hak didahulukan dari prmagang hipotek peringkat kedua demikian pula, pemegang hipotek peringkat kedua akan mempunyai hak didahulukan dari pemegang hipotek peringkat ketiga. Dengan kata lain, pemegang hipotek yang lebih tua akan didahulukan pelunasan piutangnya dari pemegang hipotek yang lebih muda, jika hasil penjualan eksekusi benda yang menjadi objek hipotek tidak mencukupi.
Dalam ketentuan pasal 1181 KUH Perdata, dapat diketahui bahwa suatu  kebendaan jaminan hipotek dapat dibebani keada lebih dari satu utang atau kreditur, sehingga akan terdapat beberapa pemegang hipotek atas benda yang sama dan bila demikian terdapat pemegang hipotek peringkat pertama, pemegang hopitek peringkat kedua, peringkat hipotek peringkat ketiga dan seterusnya. Sesuai dengan ketentuan diatas, pemegang hipotek yang terdulu lebih istimewa atau didahulukan dari pemegang  hipotek kemudian di dalam mengambil pelunasan piutang dari hasil pendapat eksekusi.
Apabila hasil penjualan eksekusi benda yang menjadi objek hipotek itu mencukupi bagi pelunasan piutang para pemegang hipotek, maka peringkat pemegang hipotek tidak diperhatikan lagi, namun sebaliknya jika hasil penjualan eksekusi benda yang menjadi objek hipotek itu tidak mencukupi keseluruhan pelunasan piutang para pemegang hipotek dimaksud dilakukan secara berturut-turut sesuai dengan tingkatan masing-masing dari pada pemegang hipotek.
7)   Hak hipotek didahulukan
Sifat didahulukan merupakan sifat yang sangat penting , karena disanalah letak salah satu ciri pokok hak jaminan kebendaan karenanya merupakan cirri pokok hipotek. Sekalipun hak kreditur (pemegang hipotek) pada mulanya disamping itu membuat janji dalam akta hipoteknya yang memberikan kedudukan yang sangat kuat sebagai pelindung atas piutang- piutang mereka.
8)   Hipotek dalam jumlah utang tertentu
Dari bunyi ketentuan pasal 1176 ayat (1) KUH Perdata ini, jelas bahwa dalam akta hipotek harus disebut secara pasti jumlah (jumlah tertentu) uang yang merupakan uatang yang dibebani denga hipotek. dengan kata lain dalam akta hipotek harus disebutkan secara jelas mengenai “jumlah uang untuk mana” (nilai penjaminan) yang diberikan oleh pemberi hipotek, yang nantinya akan diikat sebagai jaminan utang untuk hipotek.
D.      Subjek Dan Objek Hipotek
Ø Subjek hipotek
Dari ketentuan Pasal 1168 KUHPerdata menetapkan bahwa hipotik tidak dapat diletakkan selainnya oleh siapa yang berkuasa memindah tangankan benda yang dibebani. Jadi berdasarkan ketentuan dalam Pasal 1168 KUHPerdata, hipotik hanya dapat diletakkan/dibebankan oleh orang/mereka yang mempunyai kewenangan untuk melakukan memindahtangankan benda yang dibebani dengan jaminan hipotik, baik hal itu ditujukan terhadap debitur maupun penjamin pihak ketiga. Sesuai dengan pasal 1168 KUH perdata, di sana dijelaskan bahwa tidak ada ketentuan mengenai siapa yang dapat memberikan hipotik dan siapa yang dapat menerima atau mempunyai hak hipotik.
Sedangkan badan hukum menurut tata hukum tanah sekarang tidak berhak memiliki hak milik, kecuali badan-badan hukum tertentu yang telah ditunjuk oleh pemerintah, seperti yang tertuang dalam pasal 21 ayat 2 UUPA. Ada empat golongan badan hukum yang berhak mempunyai tanah berdasarkan PP no. 38 tahun 1963 yaitu:
·           Badan-badan pemerintah
·           Perkumpulan-perkumpulan koperasi pertanian
·           Badan-badan sosial yang ditunjuk oleh menteri dalam negeri
·           Badan-badan keagamaan yang ditunjuk oleh menteri dalam negeri.
Mengenai siapa-siapa yang dapat memberikan hipotik ialah warga negara Indonesia dan badan hukum Indonesia sebagaimana ketentuan-ketentuan yang ada pada UUPA sendiri.
Ø Objek hipotek
Pasal 1164 KUH perdata mengatakan bahwa yang dapat dibebani dengan hipotik ialah:
1.       Benda-benda tak bergerak yang dapat dipindah tangankan beserta segala perlengkapannya yang dianggap sebagai benda tidak bergerak
2.      Hak pakai hasil atas benda-benda tersebut beserta segala perlengkapannya
3.      Hak numpang karang dan hak guna usaha dan hak usaha (erfpactt, identik dengan hak guna usaha).
4.      Bunga tanah baik yang harus dibayar dengan uang maupun yang harus dibayar dengan hasil dengan hasil tanah dalam wujudnya.
5.      Bunga sepersepuluh
6.      Pasar-pasar yang di tentukan oleh pemerintah, beserta hak-hak istimewa yang melekat padanya
Objek hipotik di luar dari pada Pasal 1164 KUH Perdata, yang dapat di bebani hipotik adalah :
1.       Bagian yang tak dapat dibagi-bagi dalam benda tak bergerak yang merupakan Hak Milik Bersama Bebas (Vrije Mede Eigendom).
2.       Kapal-kapal yang didaftar menurut Pasal 314 ayat KUH D agang.
3.       Hak Konsensi Pertambangan menurut Pasal 18 Indische Minjwet.
4.       Hak Konsensi menurut S. 1918 No. 21 Jo. No. 20 yang juga dapat dijadikan jaminan Hipotik. Dan lain-lain
Pasal 1167 KUH perdata menyebutkan pula bahwa benda bergerak tidak dapat dibebani dengan hipotik. Maksudnya adalah sebagai berikut:
1.       Benda tetap karena sifatnya (pasal 506 KUH Perdata)
2.       Benda tetap karena peruntukan (pasal 507 KUH Perdata)
3.       Benda tetap karena UU (pasal 508 KUH Perdata)
Adapun benda-benda tidak bergerak milik debitur yang dapat dihipotikkan yaitu:
1.       Tanah beserta bangunan
Yang dimaksud dengan jaminan berupa tanah beserta bangunan ialah jaminan atas semua tanah yang berstatus hak milik, hak guna usaha dan hak guna bangunan berikut seperti: Bangunan rumah, bangunan pabrik, bangunan gudang, bangunan hotel, bangunan losmen dan lain sebagainya.
2.      Kapal laut yang berukuran 20 m3 isi kotor ke atas.
Dasar dari ketentuan bahwa kapal laut yang berukuran paling sedikit 20 m3 isi kotor ke atas dapat dihipotikkan ialah Pasal 314 ayat 1 dan Pasal 314 ayat 3 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang.
Di dalam Pasal 314 ayat 1 KUHD ditentukan bahwa: “Kapal-kapal Indonesia yang ukurannya paling sedikit dua puluh meter kubik isi kotor dapat didaftarkan di suatu daftar kapal sesuai dengan peraturan-peraturan yang akan diberikan dengan ordonasi tersendiri.”
Pasal 314 ayat 3 KUHD mengatakan bahwa: “Atas kapal-kapal yang terdaftar dalam daftar kapal, kapal- kapal yang sedang dibuat dan bagian-bagian dalam kapal-kapal yang demikian itu, dapat diadakan hipotik.”
E.  Pembebanan Dan Pendaftaran Hipotek
Sebagaimana diterangkan sebelumnya, bahwa hipotek merupakan lembaga hak jaminanyang lahirnya karena diperjanjikan sebelumnya, berbeda dengan privilege yang lahirnya dikarenakan undang-undang. Oleh karena itu, dengan sendirinya pembebanan atau pemberian hipotek didasarkan kepada perjanjian pemberian jaminan hipotek yang diadakan antara debitur (pemberi hipotek) atau kuasanya dan kreditor (pemegang hipotek) dan dilakukan di hadapan pejabat tertentu. Perjanjian pembebanan atau pemberian jaminan hipotek mana harus dituangkan dalam suatu akta autentik, yaitu akta yang dibuat oleh atau di hadapan pejabat umum, yakni akta notaris atau akta pejabat umum lainnya.
Ketentuan dalam pasal 1171 ayat (1) KUH Perdata secara tegas menyatakan:
Hipotek hanya dapat diberikan dengan suatu akta autentik, kecuali dalam hal-hal yang dengan tegas ditunjuk oleh undang-undang.
Sesuai dengan sifat accessoir dari perjanjian penjaminan, proses pembebanan hipotek didahului dengan perjanjian utang piutang, yang di dalamnya memuat pula janji untuk memberikan jaminan hipotek sebagai jaminan pelunasan utang piutangnya tersebut. Selanjutnya janji untuk memberikan jaminan hipotek tersebut harus dituangkan dalam sebuah akta autentik, yaitu Akta Hipotek yang dibuat oleh atau di hadapan pejabat umum. Dengan demikian, pembebanan hipotek didahului dengan janji untuk memberikan hipotek sebagai jaminan pelunasan utangnya, yang selanjutnya akan dituangkan dalam Akta Hipotek yang merupakan akta autentik dan Akta Hipotek ini merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari perjanjian utang piutang yang bersangkutan atau perjanjian lainnya yang menimbulkan hubungan hokum utang piutang.
Demikian pula halnya dengan penjualan, pemindahan, penyerahan, atau pemberian suatu utang hipotek hanya dapat dilakukan dengan sebuah akta autentik. Ketentuan ini secara tegas dinyatakan dalam pasal 1172 KUH Perdata yang menetapkan:
penjualan, penyerahan serta pemberian suatu piutang hipotek hanya dapat dilakukan dengan suatu akta autentik.
Pembebanan hipotek tersebut wajib didaftarkan dalam register umum yang disediakan untuk itu di kantor pendaftaran yang bersangkutan, yang dilakukan oleh pegawai balik nama. Pendaftaran hipotek mana dilakukan atas permintaan pihak yang berpiutang, selanjutnya akan diserahkan sebuah petikan atau ikhtisar dari akta hipotek (borderel) yang memuat mengenai nama-nama dan identitas serta domisili pemberi hipotek dan pemegang hipotek, jumlah utang, uraian yang jelas mengenai benda yang menjadi objek hipotek dan segala janji yang telah dibuat.
Ketentuan atau cara-cara di atas tidak berlaku karena menurut ketentuan dalam Pasal 31 bepalingen Omtrent de Invoering van en de Overgang tot de Nieuwe Wetgeving, harus mengikuti peraturan lama, yaitu harus dengan gerechtelijke akte (akta kehakiman). Kemudian berdasarkan Staatsblad tahun 197 Nomor 53, hipotek harus dibuat dengan akta yang dibuat di muka Kepala Pendaftaran Tanah (Kadaster) dan setelah harus didaftarkan. Kepala Pendaftaran Tanah ini berkedudukan rangkap, di samping sebagai Kepala Seksi Pendaftaran Tanah juga sebagai pegawai balik nama. Di samping berkewajiban melakukan pendaftaran, juga berkewajiban membuat akta (Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, 1981a: 107.
Apabila berdasarkan ketentuan suatu undang-undang atau perjanjian, seseorang yang diwajibkan untuk memberikan jaminan hipotek terhadap orang lain, namun yang bersangkutan menolaknya, sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 1171 ayat (3) KUH Perdata, maka pemberian jaminan hipoteknya dapat dipaksa dengan suatu putusan pengadilan yang berfungsi sebagai pengganti tanda persetujuan penjaminan hipotek orang yang bersangkutan, yang mempunyai kekuatan hukum yang sama seolah-olah orang yang bersangkutan itu telah memberikan persetujuannya untuk melaksanakan pemberian jaminan hipotek dan selanjutnya dengan jelas dan terang menunjukkan benda-benda yang menjadi objek jaminan hipotek untuk didaftarkan. Penjaminan hipotek yang demikian akan dapat dilakukan bila untuk itu diwajibkan oleh ketentuan suatu undang-undang atau perjanjian.
Sehubungan dengan pendaftaran hipotek dalam register umum yang disediakan untuk itu, perlu diingat ketentuan yang tercantum dalam Pasal 1173 KUH Perdata, yang menetapkan:
Tidak bolehlah berdasarkan suatu persetujuan yang dibuat disuatu negeri asing, dilakukan pembukuan hipotek atas benda-benda yang terletak di wilayah Indonesia, kecuali apabila di dalam sesuatu traktat telah ditentukan sebaliknya.
   Ketentuan dalam Pasal 1173 KUH Perdata ini melarang melakukan pembukuan atas benda-benda yang menjadi jaminan hipotek yang berada di wilayah negara Republik, yang dibuat berdasarkan perjanjian utang piutang yang dibuat diluar negeri. Dengan kata lain, penghipotekan atas kebendaan yang menjadi objek jaminan hipotek yang terletak atau berada di wilayah Indonesia harus dilakukan berdasarkan perjanjian yang dibuat di Indonesia.
F.   Akta Hipotek
Akta  hipotek merupaan akta autentik yang dibuat oleh atau dihadapan notaries sebagai pejabat umum, yang berisi pemberian hipotek kepada kreditur tertentu sebagai jaminan untuk pelunasan piutangnya. Isi akta hipotek memuat hal-hal yang bersifat wajib dan hal-hal yang bersifat fakultatif. Hal-hal yang bersifat wajib harus dicantumkan secara lengkap di akta hipotek, sebab hal-hal tersebut akan menentukan untuk sah tidaknya Akta Hipotek tersebut. Ketentuan yang demikian ini dimaksudkan utuk memenuhi atas spesialitas dalam pemberian hipotek, baik mengenai identitas subjek pemberian hipotek dan pemegang hipotek, benda yang menjadi objek jaminan hipotek, dan jumlah jumlah utang yang dijamin.
Adapun hal-hal yang bersifat fakultatif tergantung kepada para pihak untuk menyebutkan atau tidak menyebutkannya di dalam Akta hipotek, yakni berupa janji janji (dedingen). Janji-janji ini tidak mempunyaipengaruh terhadap sahnya AKta hipotek. Adapun janji-janji yang dimaksud, meliputi:
1.      Janji untuk menjual atas kekuasaan sendiri benda yang menjadi objek jaminan hipotek apabila debitur cedera janji
2.      Janji yang membatasi kewenangan pemberi hipotek untuk menyewakan benda menjadi objek jaminan hipotek
3.      Janji yang diberikan oleh pemegang hipotek pertama, bahwa benda yang menjadi objek jaminan hipotek tidak akan dibersihkan dari hipotek
4.      Janji bahwa pemegang hipotek akan memperoleh seluruh atau sebagian dari uang asuransi yang diterima pemberian hipotek untuk pelunasan piutangnya, jika bneda yang menjadi objek jaminan hipotek diasuransikan.
Sesuai dengan ketentuan pasal 1178 ayat (1) KUH Perdata dalam akta hipotek dilarang untuk diperjanjiakn secara serta merata krditur (pemegang hipotek) menjadi pemilik benda yang menjadi objek jaminan hipotek karena dibitur (pemberi hipotek )cedera janji. Apabila hal ini dierjanjikan, klausul yang demikian dianggap tidak pernah ada atau batal demi hukum ( verval beding ). ketentuan ini dimasukkan dalam rangka memberikan perlindungan hukum kepada debitur (pemberi hipotek) guna melindungi kepentingan debitur dan pemberi hipotek lainnya, terutama bila nilai benda yang menjadi objek jaminan hipotek ini melebihi jumlah utang yang dijamin dengan jaminan hipotek. Seandainya pemegang hipotek berniat utuk memiliki benda yang menjadi objek jaminan hipotek yang bersangkutan, maka pemegang hipotek dapat membelinya asalkan itu dilakukan melalui pelelangan umum sesuai dengan ketentuan persyaratan dan prosedur yang berlaku
G. Hapusnya Hipotek
Menurut pasal 1209 KUHPerdata, ada tiga cara hapusnya hipotik, yaitu:
1.     Karena hapusnya ikatan pokok
Dengan berakhirnya perikatan pokok, jadi apabila utang yang dijamin dengan hak hipotik itu lenyap; bisa karena utang itu dilunasi, bisa juga karena perikatan pkoknya lenyap karena daluarsa yang membebaskan seorang dari suatu kewajiban (daluarasa ekstinktif).
2.    Karena pelepasan hipotik oleh si berpiutang
Jadi apabila kreditur yang bersangkutan melepaskan dengan sukarela hak hipotiknya; pelepasan dengan sukarela ini tidak ditentukan bentuk hukumnya, tetapai tentu harus secara jelas dan tegas. Tidaklah cukupdengan memberitahukan maksud hendak melepaskan hak hipotikoleh pemegang hipotik kepada sembarang orang misalnya pihak ke tiga. Biasanya pelepasan ini dilakukan dengan pemberitahuan kepada pemilik dari benda yang terikat dengan hak hipotik itu
3.     Karena penetapan oleh hakim
 Jadi apabila dengan perantaraan oleh hakim diadakan pembagian uang pendapatan lelang dari benda yang dihipotikkan itu kepada para kreditur; kreditur yang tidak kebagian pelunasan piutangnya kehilangan hak hipotiknya oleh karena pembersian
Adapun hapusnya hipotik menurut J. Satrio, yaitu:[5]
1.    Musnahnya benda/hak yang dihipotekkan.
2.    Berakhirnya hak pemberi hipotek seperti yang disebutkan dalam Pasal 1169 KUHPerdata
3.    Berakhirnya  jangka waktu pemberian hipotek
4.    Terpenuhinya syarat batal dalam akta hipotek
5.    Karena pencabutan hak
6.    Benda jaminan dicabut haknya demi kepentingan umum



BAB III
PENUTUP
A.  Kesimpulan
Dalam buku Pokok-Pokok Hukum Perikatan dan Hukum Jaminan karangan Hartono Hadisoeprapto menjelaskan, bahwa hipotik adalah bentuk jaminan jaminan kredit yang timbul dari perjanjian, yaitu suatu bentuk jaminan yang adanya harus diperjanjikan terlebih dahulu
Berdasarkan perumusan pengertian hipotek dan pasal-pasal lainnya dari KUH Perdata, dapat dirumuskan bahwa hipotek adalah hak kebendaan atas benda tidak bergerak (benda tetap) untuk pelunasan hutang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan atau mendahulu kepada pemegangnya. Dengan demikian hipotek mempunyai cirri-ciri sebagai berikut:
1.            Hipotek merupakan suatu hak kebendaan atas benda-benda yang tidak bergerak (benda tetap)
2.            Hipotek merupakan lembaga hak jaminan untuk pelunasan utang, (sejumlah uang)tertentu yang sebelumnya diperjanjikan dalam suatu akta
3.            Walaupun pemegang hipotek tidsk diperkenankan untuk menguasai dan memiliki kebendaan jaminan yang dihipotekkan
·         Sifat-sifat hipotek
Sebagai hak kebendaan yang memberikan jaminan atas kebendaan tidak bergerak,  maka sifat-sifat yang melekat pada hipotek itu, adalah :
a.          Bersifat accessoir pada perjanjian pokok tertentu
b.         Tidak dapat dibagi-bagi
c.          Tetap mengiikuti kebendaan
d.         Bersifat terbaku
e.          Mengandung perterlaan
f.          Mengenal pertingkatan
g.         Mengandung hak didahulukan
h.         Mengandung hak untuk perlunasan piutang tertentu
·         Subjek hipotek
Dari ketentuan Pasal 1168 KUHPerdata menetapkan bahwa hipotik tidak dapat diletakkan selainnya oleh siapa yang berkuasa memindah tangankan benda yang dibebani. Jadi berdasarkan ketentuan dalam Pasal 1168 KUHPerdata, hipotik hanya dapat diletakkan/dibebankan oleh orang/mereka yang mempunyai kewenangan untuk melakukan memindahtangankan benda yang dibebani dengan jaminan hipotik, baik hal itu ditujukan terhadap debitur maupun penjamin pihak ketiga. Sesuai dengan pasal 1168 KUH perdata, di sana dijelaskan bahwa tidak ada ketentuan mengenai siapa yang dapat memberikan hipotik dan siapa yang dapat menerima atau mempunyai hak hipotik.
·         Objek hipotek
Pasal 1164 KUH perdata mengatakan bahwa yang dapat dibebani dengan hipotik ialah:
1.      Benda-benda tak bergerak yang dapat dipindah tangankan beserta segala perlengkapannya yang dianggap sebagai benda tidak bergerak
2.      Hak pakai hasil atas benda-benda tersebut beserta segala perlengkapannya
3.     Hak numpang karang dan hak guna usaha dan hak usaha (erfpactt, identik dengan hak guna usaha).
4.     Bunga tanah baik yang harus dibayar dengan uang maupun yang harus dibayar dengan hasil dengan hasil tanah dalam wujudnya.
5.     Bunga sepersepuluh
6. Pasar-pasar yang di tentukan oleh pemerintah, beserta hak-hak istimewa yang melekat padanya
Sebagaimana diterangkan sebelumnya, bahwa hipotek merupakan lembaga hak jaminanyang lahirnya karena diperjanjikan sebelumnya, berbeda dengan privilege yang lahirnya dikarenakan undang-undang. Oleh karena itu, dengan sendirinya pembebanan atau pemberian hipotek didasarkan kepada perjanjian pemberian jaminan hipotek yang diadakan antara debitur (pemberi hipotek) atau kuasanya dan kreditor (pemegang hipotek) dan dilakukan di hadapan pejabat tertentu. Perjanjian pembebanan atau pemberian jaminan hipotek mana harus dituangkan dalam suatu akta autentik, yaitu akta yang dibuat oleh atau di hadapan pejabat umum, yakni akta notaris atau akta pejabat umum lainnya.
Akta  hipotek merupaan akta autentik yang dibuat oleh atau dihadapan notaries sebagai pejabat umum, yang berisi pemberian hipotek kepada kreditur tertentu sebagai jaminan untuk pelunasan piutangnya. Isi akta hipotek memuat hal-hal yang bersifat wajib dan hal-hal yang bersifat fakultatif. Hal-hal yang bersifat wajib harus dicantumkan secara lengkap di akta hipotek, sebab hal-hal tersebut akan menentukan untuk sah tidaknya Akta Hipotek tersebut. Ketentuan yang demikian ini dimaksudkan utuk memenuhi atas spesialitas dalam pemberian hipotek, baik mengenai identitas subjek pemberian hipotek dan pemegang hipotek, benda yang menjadi objek jaminan hipotek, dan jumlah jumlah utang yang dijamin
D.  Saran
Mungkin inilah yang diwacanakan pada penulisan tugas makalah ini. Meskipun penulisan ini jauh dari sempurna minimal kami  mengimplementasikan tulisan ini. Masih banyak kesalahan dari penulisan tugas makalah ini, karena kami  manusia yang merupakan tempat salah dan dosa: dalam hadits “al insanu minal khotto’ wannisa’”, dan kami juga butuh saran/ kritikan agar bisa menjadi motivasi untuk masa depan yang lebih baik daripada masa sebelumnya. Kami juga mengucapkan terima kasih atas dosen pembimbing kuliah Hukum Jaminan  oleh ibu Indri Hadisiswati, SH., M.Hum yang telah memberi kami  tugas makalah demi kebaikan diri kami sendiri.



DAFTAR PUSTAKA

Hadisoeprapto, Hartono. 1984. Pokok-Pokok Hukum Perikatan dan Hukum Jaminan. Yogyakarta: Liberty.
Salindeho, John. 1994. Sistem Jaminan Kredit Dalam Era Pembangunan Hukum. Jakarta: Sinar Grafika.
Subekti. 1995. Pokok-Pokok Hukum Perdata. Jakarta: Intermasa.
Usman. 2009. Hukum Jaminan Keperdataan. Jakarta: sinar grafika.


[1] John Salindeho, Sistem Jaminan Kredit Dalam Era Pembangunan Hukum, (Jakarta: Sinar Grafika, 1994), Cet. I, hal. 20
[2] Rachmadi Usman, hukum jaminan keperdataan, (Jakarta: sinar grafika, 2009), cet. II, hal. 247
[3] Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata, (Jakarta: Intermasa, 1995), cet. 25, hal. 82
[4] Hartono Hadisoeprapto, Pokok-Pokok Hukum Perikatan dan Hukum Jaminan, (Yogyakarta: Liberty, 1984), Edisi I, hal. 61
[5] Rachmadi Usman, hukum jaminan keperdataan,...,hal.313