Revisi Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) mulai berlaku pada Senin, 28 November 2016. Hal ini menuntut masyarakat agar lebih berhati-hati di ranah media sosial.
Di dalam UU ITE itu dijelaskan bahwa masyarakat dilarang membuat dan menyebarkan informasi yang bersifat tuduhan, fitnah, maupun SARA yang mengundang kebencian. "Yang bisa dijerat bukan hanya yang membuat, tapi justru juga yang mendistribusikan dan mentransmisikannya. Jangan mudah menyebar informasi yang bisa menimbulkan kebencian terhadap kelompok tertentu," kata Staf Ahli Menteri Komunikasi dan Informatika Bidang Hukum Henry Subiakto di Jakarta, Sabtu
sekarang ini tengah berproses sebagai Mahasiswa di IAIN Tulungagung, jurusan Hukum Ekonomi Syariah, mempunyai mimpi besar yakni membahagiakan dan membanggakan kedua orangtua,, mendapat ilmu yang bermanfaat, guna mencapai sukses dunia dan akhirat,,,
Minggu, 27 November 2016
Minggu, 06 November 2016
Jaminan Hipotek
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Hippotek
Hypotheca
berasal dari bahasa latin, dan hypotheek dari bahasa Belanda, yang
mempunyai arti “Pembebanan”.[1]
Pengertian hipotek
dinyatakan dalam pasal 1162 KUH perdata, yang bunyinya:
“Hipotek
adalah suatu hak kebendaan atas benda-benda tidak bergerak untuk mengambil
penggantian dari padanya bagi pelunasan suatu perikatan.”
Selanjutnya
pasal-pasal KUH Perdata memberikan penjelasan lebih lanjut mengenai pengertian
hipotek, sebagai berikut:
“Benda bergerak tidak dapat
dibebani dengan benda bergerak.”
Ketentuan
pasal 1168 KUH perdata menyatakan:
“Hipotek
tidak dapat diletakkan selainnya oleh siapa yang berkuasa memindahgunakan benda
yang dibebani”
Dalam
pasal 1171 ayat (1) KUH Perdata dinyatakan:
“Hipotek
hanya dapat diberikan dengan satu akta autentik, kecuali dalam hal-hal yang
dengan tegas ditunjuk oleh undang-undang”
Selanjutnya
pasal 1175 ayat (1) KUH Perdata menyatakan:
“Hipotek
hanya dapat diletakkan atas benda-benda yang sudah ada dikemudian hari adalah
batal”
Kemudian
dalam pasal 1176 ayat (1) KUH Perdata dinyatakan:
“Suatu hipotek hanyalah sah, sekedar jumlah uang untuk
mana ia telah diberikan adalah tentu dan diitetapkan didalam akta.”[2]
Dalam garis besar, pengertian hipotek dalam
pasal 1162 B.W, hipotik adalah suatu hak kebendaan
atas suatu benda yang tak bergerak, bertujuan untuk mengambil pelunasan suatu
hutang dari (pendapatan penjualan ) benda itu.[3]
Dalam buku Pokok-Pokok Hukum Perikatan dan Hukum
Jaminan karangan Hartono Hadisoeprapto menjelaskan, bahwa hipotik adalah
bentuk jaminan jaminan kredit yang timbul dari perjanjian, yaitu suatu bentuk
jaminan yang adanya harus diperjanjikan terlebih dahulu.[4]
B. Ciri
dan Sifat Hipotek
Ø Ciri hipotek
Berdasarkan perumusan pengertian hipotek dan pasal-pasal lainnya dari KUH
Perdata, dapat dirumuskan bahwa hipotek adalah hak kebendaan atas benda tidak
bergerak (benda tetap) untuk pelunasan
hutang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan atau mendahulu
kepada pemegangnya. Dengan demikian hipotek mempunyai cirri-ciri sebagai
berikut:
1.
Hipotek merupakan suatu hak kebendaan atas benda-benda yang tidak bergerak
(benda tetap), kebendaan selain benda tidak bergerak atau benda bergerak tidak
dapat dibebani dengan hipotek: benda-benda yang disebutkan terahir tersebut
hanya dapat dibebani dengan gadai (pasal-pasal 1162, dan 1164 dan 1167 KUH
Perdata),
2.
Hipotek merupakan lembaga hak jaminan untuk pelunasan utang, (sejumlah
uang)tertentu yang sebelumnya diperjanjikan dalam suatu akta, karenanya
pemegang hipotek tidak berhak untuk menguasai dan memiliki kebendaan, jaminan
itu, semata-mata benda-benda tidak bergerak sebagai jaminan bagi pelunasan
sejumlah utang tertentu (pasal 1162 KUH Perdata),
3.
Walaupun pemegang hipotek tidsk diperkenankan untuk menguasai dan memiliki
kebendaan jaminan yang dihipotekkan tersebut, namun diperkenankan untuk
diperjanjiakn menjual atas kekuasaan sendiri, berdasarkan parate ekskusi
kebendaan jaminannya jika debitur wanprestasi (pasal 1178 KUH Perdata)
4.
Memberikan kedudukan didahulukan dana didahulukan kepada pemegang hipotek
(pasal-pasal 1133,1134 ayat (2), 1198), maka jika debitur cedera janji,
kreditur (pemegang hipotek) berhak menjual kebendaan jaminan, dengan hak
mendahulukan dari pada kreditur-kreditur yang lain.
5.
Mudah
melaksanakan eksekusinya (pasal
1178 ayat (2) KUH perdata)
Kalau demikian sama halnya dengan
gadai, juga hipotek menurut sifatnya merupakan accessoir pada suatu piutang,. Artinya perjanjian jaminan kebendaan
hipotek ini aka nada, apabila sebelumnya telah ada perjanjian pokoknya. Yaitu
perjanjian yang menimbulkna hubungan hukum utang piutang yang dijamina
pelunasannya dengan dengan kebendaan yang tidak bergerak. Perjanjijan utang
piutang atau perjanjian lainnya yang menimbulkan hubungan hukum utang piutang
tersebut harus dituangkan atau ditetapkan dalam suatu akta.
C.
Sifat-sifat
hipotek
Sebagai
hak kebendaan yang memberikan jaminan atas kebendaan tidak bergerak, maka sifat-sifat yang melekat pada hipotek
itu, adalah :
1.
Bersifat
accessoir pada perjanjian pokok tertentu
2.
Tidak
dapat dibagi-bagi
3.
Tetap
mengiikuti kebendaan
4.
Bersifat
terbaku
5.
Mengandung
perterlaan
6.
Mengenal
pertingkatan
7.
Mengandung
hak didahulukan
8.
Mengandung
hak untuk perlunasan piutang tertentu
1)
Bersifat
accessoir dari perjanjian hipotek
Kata-kata “untuk mengambil pengganti
dari padanya bagi peluasan suatu perikatan” dalam pasal 1162 KUH Perdata
menunjukkan kepada kita, bahwa hipotek sama semua perjanjian penjaminan yang
lain tidak dapat dapat berdiri sendiri, ia selalu dikaitkan dengan sengaja,
dengan perikatan lain, yang merupakan pokoknya (perikatan pokok) danwujudnya
selalu ketagihan.
Perjanjian hipotek yang
bersifat accesoir maka kelahiran dan kebendaan hak hipotek tertentukan adanya
piutang yang dijamin pelunasannya, dengan hapusnya utang yang dijamin
pelunasannya maka hak hipotek hapus karenanya.
Perjanjian hipotek ini mengabdi kepada
perikatan pokoknya, dengan konsekuensinya sebagai berikut:
1.
Dia
ikut terikut dengan dioperkannya perikatan pokok (misalnya melalui cessie dan
subrogatie)
2.
Ia
menjadi hapus kalau perikatan pokoknya berahir berahir atau batal
3.
Ia
tidak dapat dialihkan secara terpisah dari perikatan
Perikatan
pokoknya merupakan ikatan yang berdiri sendiri tidak bergantung dari perikatan
lain, apalagi dari accessoir-nya. Dengan demikian hipoteknya boleh batal,
tetapi perokatannya bisa tetap berjalan , sekalipun mungkin selanjutnya
kreditur hanya berkedudukan sebagai kreditur konkuren saja
Dengan demikian dari kata-kata
“harus memuat suatu penyebutan khusus tentang benda-benda yang dibebani, begitu
pula tentang sifat dan letaknya” menandakan bahwa ikatan hipotek hanya dapat
dilakukan atas benda-benda yang disebutkan atau ditunjuk secara khusus, baik
yang menyangkut bentuk bendanya, sifatnya, letak bendanya, ukuran bendanya, dan
lain-lain.
Pendaftaran hipotek menunjukkan
kepada kita dengan tepat benda jaminan mana (tertentu) yang dijaminkan dan
subjek penjaminan. Itulah sebabnya dikatakan dianut asas spesialitas di dalam
hipotek.
2)
Hipotek
tidak Dapat dibagi-bagi
Salah satu ciri dan sifat hipotek itu
tidak dapat dibagi-bagi (ondeelbaar) dan melekat di atas
seluruh benda objeknya. Demikian di simpulkan dari ketentuan Pasal 1163 ayat
(1) KUH Perdata, yang
bunyinya sebaga berikut:
Hak tersebut pada hakikatnya tidak dapat
dibagi-bagi dan terletak di atas semua benda tidak bergerak yang di ikatkan
dalam keseluruhannya, di atas, masing-masing dari benda-benda tersebut dan
diatas tiap bagian dari padanya.
Secara lebih sederhana dapat kita
katakan, bahwa hak tagihan tidak pindah menurut pertimbangan pada bagian-bagian
benda jaminan. Hal ini membawa konsekuensi, bahw adalam hipotek pada prinsipnya
tidak dikenal roya partiil, dalam
arti pemberi hipotek tidak dapat menuntut roya sebagian dari keseluruhan jaminan
hipotek, kalau ia melunasi sebagian utangnya, walaupun benda jaminannya sendiri
bisa dibagi-bagi (delbaar). Secara
sukarela memang kreditor boleh membebaskan sebagian dari benda jaminan, asal
benda tersebut merupakan benda yang berdiri sendiri, artinya bukan merupakan
bagian yang tidak terbagi dari satu benda tertentu (J. sastrio, 2002: 213).
Akibatnya lebih lanjut, kalau debitur
meninggal dunia dan warisannya diwarisi oleh beberapa ahli warisnya, maka
meskipun utangnya sendiri mungkin di bagi-bagi di antara para ahli warisnya,
hipoteknya tetap melekat pada benda jaminan sebagai satu kesatuan, sehingga
kreditor tetap dapat mengambil pelunasan untuk seluruh tagihannya atas hasil
penjualan benda jaminan (J. sastrio, 2002: 213).
3)
Hipotek
bersifat mengikuti kebendaanya
Dalam pasal 1163 ayat (2) KUH
Perdata dinyatakan:
Benda-benda itu
tetap dibebani dengan hak tersebut, di dalam tangannya siapa pun ia berpindah.
Dari ketentuan pasal 1163 ayat (2) KUH
Perdata ini, sebagai konsekuensi dari hak kebendaan, maka hak hipotek itu tetap
mengikuti kebendaanya yang dijaminkan di dalam tangan siapa pun kebendaan
jaminan itu berada atau dipindah. Sifat ini dikenal dengan istilah droit de
suite atau zaaksgevolg dan merupakan salah satu sifat dari jaminan kebendaan
yang di peruntukkan bagi kepentingan kreditor (Pemeganghipotek). Walaupun
kebendaan jaminannya sudah berpindah tangan dan selanjutnya menjadi milik pihak
atau orang lain, kreditor (Pemeganghipotek)
masih tetap dapat menggunakan haknya untuk menuntut pelaksanaan eksekusi
guna mengambil pelunasan piutangnya, jika debitur wanprestasi.
4)
Ikatan
Hipotek harus didaftarkan sebagai pemenuhan Asas Publisitas
Berdasarkan ketentuan dalam
pasal 1179 ayat (1) KUH Perdata, agar suatu ikatan hipotek itu mempunyai
kekuatan hukum, baik terhadap debitur (pemberi hipotek) dan kreditor (Pemegang
Hipotek) maupun terhadap orang lain pihak ketiga, maka ikatan hipotek tersebut wajib
didaftarkan dalam suatu daftar yang diperuntukkan untuk itu. Sifat ini bertalian
erat dengan kedudukan di utamakan (preferent) yang di berikan kepada kreditor
(PemegangHipotek) terhadap kreditor lainnya. Untuk itu, harus ada catatan
mengenai pembebanan hipotek atas benda jaminannya. Apabila hal demikian tidak
dilakukan sesuai dengan ketentuan dalam pasal 1179 ayat (2) KUH Perdata maka
suatu ikatan hipotek tidak di daftarkan tidaklah mempunyai kekuatan apapun juga
bagi para pihak maupun pihak ketiga lainnya.
Karena suatu pendaftaran pada
asasnya di maksudkan untuk kepentingan umum, maka buku pendaftaran sifatnya terbuka
untuk umum, dan karenanya dikatakan, bahwa hipotek menganut asas publisitas. Artinya,
setiap orang (publik) mungkin dengan membayar sejumlah uang administrasi tertentu
berhak untuk melihat buku daftar. Di sana haknya perlindungan terhadap pihak ketiga
(J. Satrio:199-200).
5)
Hipotek
atas Benda tertentu (Mengandung pertelaan asas Spesialitas)
Hipotek mengandung
pertelaan (specialitiet), artinya hipotek hanya dapat dibebani terhadap
kebendaan yang di tunjuk secara khusus untuk itu; jadi di dalama kata hipotek
harus disebutkan secara jelas dan terang, baik mengenai subjek hipotek, apalagi
objek hipotek maupun ruang yang dijamin.
6)
Hipotek
mengandung pertingkatan
Sama halnya dengan hak tanggungan, suatu
objek hipotek dapat pula dibebani dengan lebih dari satu hipotek guna menjamin
pelunasan lebih dari satu utang, sehingga terdapat pemegang hipotek peringkat
pertama, pemegang hipotek peringkat kedua, pemegang hipotek peringkat ketiga,
dan seterusnya. Pemegang
hipotek peringkat pertama akan mempunyai hak didahulukan dari prmagang hipotek
peringkat kedua demikian pula, pemegang hipotek peringkat kedua akan mempunyai
hak didahulukan dari pemegang hipotek peringkat ketiga. Dengan kata lain,
pemegang hipotek yang lebih tua akan didahulukan pelunasan piutangnya dari
pemegang hipotek yang lebih muda, jika hasil penjualan eksekusi benda yang
menjadi objek hipotek tidak mencukupi.
Dalam ketentuan pasal 1181 KUH
Perdata, dapat diketahui bahwa suatu
kebendaan jaminan hipotek dapat dibebani keada lebih dari satu utang atau
kreditur, sehingga akan terdapat beberapa pemegang hipotek atas benda yang sama
dan bila demikian terdapat pemegang hipotek peringkat pertama, pemegang hopitek
peringkat kedua, peringkat hipotek peringkat ketiga dan seterusnya. Sesuai
dengan ketentuan diatas, pemegang hipotek yang terdulu lebih istimewa atau
didahulukan dari pemegang hipotek
kemudian di dalam mengambil pelunasan piutang dari hasil pendapat eksekusi.
Apabila hasil penjualan
eksekusi benda yang menjadi objek hipotek itu mencukupi bagi pelunasan piutang
para pemegang hipotek, maka peringkat pemegang hipotek tidak diperhatikan lagi,
namun sebaliknya jika hasil penjualan eksekusi benda yang menjadi objek hipotek
itu tidak mencukupi keseluruhan pelunasan piutang para pemegang hipotek dimaksud
dilakukan secara berturut-turut sesuai dengan tingkatan masing-masing dari pada
pemegang hipotek.
7)
Hak
hipotek didahulukan
Sifat didahulukan merupakan sifat yang
sangat penting , karena disanalah letak salah satu ciri pokok hak jaminan
kebendaan karenanya merupakan cirri pokok hipotek. Sekalipun hak kreditur
(pemegang hipotek) pada mulanya disamping itu membuat janji dalam
akta hipoteknya yang memberikan kedudukan yang sangat kuat sebagai pelindung
atas piutang- piutang
mereka.
8)
Hipotek
dalam jumlah utang tertentu
Dari bunyi ketentuan pasal 1176 ayat (1)
KUH Perdata ini, jelas bahwa dalam akta hipotek harus disebut secara pasti
jumlah (jumlah tertentu) uang yang merupakan uatang yang dibebani denga
hipotek. dengan kata lain dalam akta hipotek harus disebutkan secara jelas
mengenai “jumlah uang untuk mana” (nilai penjaminan) yang diberikan oleh
pemberi hipotek, yang nantinya akan diikat sebagai jaminan utang untuk hipotek.
D.
Subjek Dan Objek Hipotek
Ø Subjek hipotek
Dari ketentuan Pasal 1168 KUHPerdata menetapkan
bahwa hipotik tidak dapat diletakkan selainnya oleh siapa yang berkuasa
memindah tangankan benda yang dibebani. Jadi berdasarkan ketentuan dalam Pasal
1168 KUHPerdata, hipotik hanya dapat diletakkan/dibebankan oleh orang/mereka
yang mempunyai kewenangan untuk melakukan memindahtangankan benda yang dibebani
dengan jaminan hipotik, baik hal itu ditujukan terhadap debitur maupun penjamin
pihak ketiga. Sesuai dengan pasal 1168 KUH perdata, di sana dijelaskan bahwa
tidak ada ketentuan mengenai siapa yang dapat memberikan hipotik dan siapa yang
dapat menerima atau mempunyai hak hipotik.
Sedangkan badan hukum menurut
tata hukum tanah sekarang tidak berhak memiliki hak milik, kecuali badan-badan
hukum tertentu yang telah ditunjuk oleh pemerintah, seperti yang tertuang dalam
pasal 21 ayat 2 UUPA. Ada empat golongan badan hukum yang berhak mempunyai
tanah berdasarkan PP no. 38 tahun 1963 yaitu:
· Badan-badan pemerintah
· Perkumpulan-perkumpulan
koperasi pertanian
· Badan-badan sosial
yang ditunjuk oleh menteri dalam negeri
· Badan-badan keagamaan
yang ditunjuk oleh menteri dalam negeri.
Mengenai siapa-siapa yang dapat memberikan hipotik
ialah warga negara Indonesia dan badan hukum Indonesia sebagaimana
ketentuan-ketentuan yang ada pada UUPA sendiri.
Ø Objek hipotek
Pasal 1164 KUH perdata mengatakan bahwa yang dapat dibebani dengan
hipotik ialah:
1.
Benda-benda tak
bergerak yang dapat dipindah tangankan beserta segala perlengkapannya yang dianggap
sebagai benda tidak bergerak
2.
Hak pakai hasil atas
benda-benda tersebut beserta segala perlengkapannya
3.
Hak numpang karang dan
hak guna usaha dan hak usaha (erfpactt, identik dengan hak guna usaha).
4.
Bunga tanah baik yang
harus dibayar dengan uang maupun yang harus dibayar dengan hasil dengan hasil
tanah dalam wujudnya.
5.
Bunga sepersepuluh
6.
Pasar-pasar yang di
tentukan oleh pemerintah, beserta hak-hak istimewa yang melekat padanya
Objek
hipotik di luar dari pada Pasal 1164 KUH Perdata, yang dapat di bebani hipotik
adalah :
1. Bagian yang tak dapat dibagi-bagi
dalam benda tak bergerak yang merupakan Hak Milik Bersama Bebas (Vrije Mede
Eigendom).
2. Kapal-kapal yang didaftar menurut
Pasal 314 ayat KUH D agang.
3. Hak Konsensi Pertambangan menurut
Pasal 18 Indische Minjwet.
4. Hak Konsensi menurut S. 1918 No.
21 Jo. No. 20 yang juga dapat dijadikan jaminan Hipotik. Dan lain-lain
Pasal
1167 KUH perdata menyebutkan pula bahwa benda bergerak tidak dapat dibebani
dengan hipotik. Maksudnya adalah sebagai berikut:
1.
Benda tetap karena
sifatnya (pasal 506 KUH Perdata)
2.
Benda tetap karena
peruntukan (pasal 507 KUH Perdata)
3.
Benda tetap karena
UU (pasal 508 KUH Perdata)
Adapun
benda-benda tidak bergerak milik debitur yang dapat dihipotikkan yaitu:
1. Tanah beserta bangunan
Yang dimaksud dengan jaminan berupa tanah beserta bangunan ialah jaminan
atas semua tanah yang berstatus hak milik, hak guna usaha dan hak guna bangunan
berikut seperti: Bangunan rumah, bangunan pabrik, bangunan gudang, bangunan
hotel, bangunan losmen dan lain sebagainya.
2. Kapal laut yang berukuran 20
m3 isi kotor ke atas.
Dasar dari ketentuan bahwa kapal laut yang berukuran paling sedikit 20
m3 isi kotor ke atas dapat dihipotikkan ialah Pasal 314 ayat 1 dan Pasal
314 ayat 3 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang.
Di dalam Pasal 314 ayat 1 KUHD ditentukan bahwa:
“Kapal-kapal Indonesia yang ukurannya paling sedikit dua puluh meter kubik isi
kotor dapat didaftarkan di suatu daftar kapal sesuai dengan peraturan-peraturan
yang akan diberikan dengan ordonasi tersendiri.”
Pasal 314 ayat 3 KUHD mengatakan bahwa: “Atas
kapal-kapal yang terdaftar dalam daftar kapal, kapal- kapal yang sedang dibuat
dan bagian-bagian dalam kapal-kapal yang demikian itu, dapat diadakan hipotik.”
E. Pembebanan Dan
Pendaftaran Hipotek
Sebagaimana
diterangkan sebelumnya, bahwa hipotek merupakan lembaga hak jaminanyang
lahirnya karena diperjanjikan sebelumnya, berbeda dengan privilege yang lahirnya dikarenakan undang-undang. Oleh karena itu,
dengan sendirinya pembebanan atau pemberian hipotek didasarkan kepada
perjanjian pemberian jaminan hipotek yang diadakan antara debitur (pemberi
hipotek) atau kuasanya dan kreditor (pemegang hipotek) dan dilakukan di hadapan
pejabat tertentu. Perjanjian pembebanan atau pemberian jaminan hipotek mana
harus dituangkan dalam suatu akta autentik, yaitu akta yang dibuat oleh atau di
hadapan pejabat umum, yakni akta notaris atau akta pejabat umum lainnya.
Ketentuan dalam
pasal 1171 ayat (1) KUH Perdata secara tegas menyatakan:
Hipotek
hanya dapat diberikan dengan suatu akta autentik, kecuali dalam hal-hal yang
dengan tegas ditunjuk oleh undang-undang.
Sesuai dengan
sifat accessoir dari perjanjian penjaminan, proses pembebanan hipotek didahului
dengan perjanjian utang piutang, yang di dalamnya memuat pula janji untuk
memberikan jaminan hipotek sebagai jaminan pelunasan utang piutangnya tersebut.
Selanjutnya janji untuk memberikan jaminan hipotek tersebut harus dituangkan
dalam sebuah akta autentik, yaitu Akta Hipotek yang dibuat oleh atau di hadapan
pejabat umum. Dengan demikian, pembebanan hipotek didahului dengan janji untuk
memberikan hipotek sebagai jaminan pelunasan utangnya, yang selanjutnya akan
dituangkan dalam Akta Hipotek yang merupakan akta autentik dan Akta Hipotek ini
merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari perjanjian utang piutang yang
bersangkutan atau perjanjian lainnya yang menimbulkan hubungan hokum utang
piutang.
Demikian pula
halnya dengan penjualan, pemindahan, penyerahan, atau pemberian suatu utang
hipotek hanya dapat dilakukan dengan sebuah akta autentik. Ketentuan ini secara
tegas dinyatakan dalam pasal 1172 KUH Perdata yang menetapkan:
penjualan, penyerahan serta pemberian
suatu piutang hipotek hanya dapat dilakukan dengan suatu akta autentik.
Pembebanan
hipotek tersebut wajib didaftarkan dalam register umum yang disediakan untuk
itu di kantor pendaftaran yang bersangkutan, yang dilakukan oleh pegawai balik
nama. Pendaftaran hipotek mana dilakukan atas permintaan pihak yang berpiutang,
selanjutnya akan diserahkan sebuah petikan atau ikhtisar dari akta hipotek (borderel) yang memuat mengenai nama-nama
dan identitas serta domisili pemberi hipotek dan pemegang hipotek, jumlah
utang, uraian yang jelas mengenai benda yang menjadi objek hipotek dan segala
janji yang telah dibuat.
Ketentuan atau
cara-cara di atas tidak berlaku karena menurut ketentuan dalam Pasal 31
bepalingen Omtrent de Invoering van en de Overgang tot de Nieuwe Wetgeving,
harus mengikuti peraturan lama, yaitu harus dengan gerechtelijke akte (akta
kehakiman). Kemudian berdasarkan Staatsblad tahun 197 Nomor 53, hipotek harus
dibuat dengan akta yang dibuat di muka Kepala Pendaftaran Tanah (Kadaster) dan setelah harus didaftarkan.
Kepala Pendaftaran Tanah ini berkedudukan rangkap, di samping sebagai Kepala
Seksi Pendaftaran Tanah juga sebagai pegawai balik nama. Di samping
berkewajiban melakukan pendaftaran, juga berkewajiban membuat akta (Sri Soedewi
Masjchoen Sofwan, 1981a: 107.
Apabila
berdasarkan ketentuan suatu undang-undang atau perjanjian, seseorang yang
diwajibkan untuk memberikan jaminan hipotek terhadap orang lain, namun yang
bersangkutan menolaknya, sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 1171 ayat (3) KUH
Perdata, maka pemberian jaminan hipoteknya dapat dipaksa dengan suatu putusan
pengadilan yang berfungsi sebagai pengganti tanda persetujuan penjaminan
hipotek orang yang bersangkutan, yang mempunyai kekuatan hukum yang sama
seolah-olah orang yang bersangkutan itu telah memberikan persetujuannya untuk
melaksanakan pemberian jaminan hipotek dan selanjutnya dengan jelas dan terang
menunjukkan benda-benda yang menjadi objek jaminan hipotek untuk didaftarkan.
Penjaminan hipotek yang demikian akan dapat dilakukan bila untuk itu diwajibkan
oleh ketentuan suatu undang-undang atau perjanjian.
Sehubungan
dengan pendaftaran hipotek dalam register umum yang disediakan untuk itu, perlu
diingat ketentuan yang tercantum dalam Pasal 1173 KUH Perdata, yang menetapkan:
Tidak
bolehlah berdasarkan suatu persetujuan yang dibuat disuatu negeri asing,
dilakukan pembukuan hipotek atas benda-benda yang terletak di wilayah
Indonesia, kecuali apabila di dalam sesuatu traktat telah ditentukan
sebaliknya.
Ketentuan dalam Pasal 1173 KUH Perdata ini
melarang melakukan pembukuan atas benda-benda yang menjadi jaminan hipotek yang
berada di wilayah negara Republik, yang dibuat berdasarkan perjanjian utang
piutang yang dibuat diluar negeri. Dengan kata lain, penghipotekan atas
kebendaan yang menjadi objek jaminan hipotek yang terletak atau berada di
wilayah Indonesia harus dilakukan berdasarkan perjanjian yang dibuat di
Indonesia.
F.
Akta Hipotek
Akta hipotek
merupaan akta autentik yang dibuat oleh atau dihadapan notaries sebagai pejabat
umum, yang berisi pemberian hipotek kepada kreditur tertentu sebagai jaminan
untuk pelunasan piutangnya. Isi akta hipotek memuat
hal-hal yang bersifat wajib dan hal-hal yang bersifat fakultatif. Hal-hal yang
bersifat wajib harus dicantumkan secara lengkap di akta hipotek, sebab hal-hal
tersebut akan menentukan untuk sah tidaknya Akta Hipotek tersebut. Ketentuan
yang demikian ini dimaksudkan utuk memenuhi atas spesialitas dalam pemberian
hipotek, baik mengenai identitas subjek pemberian hipotek dan pemegang hipotek,
benda yang menjadi objek jaminan hipotek, dan jumlah jumlah utang yang dijamin.
Adapun hal-hal yang bersifat fakultatif tergantung
kepada para pihak untuk menyebutkan atau tidak menyebutkannya di dalam Akta
hipotek, yakni berupa janji janji (dedingen). Janji-janji ini tidak
mempunyaipengaruh terhadap sahnya AKta hipotek. Adapun janji-janji yang
dimaksud, meliputi:
1.
Janji
untuk menjual atas kekuasaan sendiri benda yang menjadi objek jaminan hipotek
apabila debitur cedera janji
2.
Janji
yang membatasi kewenangan pemberi hipotek untuk menyewakan benda menjadi objek
jaminan hipotek
3.
Janji
yang diberikan oleh pemegang hipotek pertama, bahwa benda yang menjadi objek jaminan
hipotek tidak akan dibersihkan dari hipotek
4.
Janji
bahwa pemegang hipotek akan memperoleh seluruh atau sebagian dari uang asuransi
yang diterima pemberian hipotek untuk pelunasan piutangnya, jika bneda yang
menjadi objek jaminan hipotek diasuransikan.
Sesuai
dengan ketentuan pasal 1178 ayat (1) KUH Perdata dalam akta hipotek dilarang
untuk diperjanjiakn secara serta merata krditur (pemegang hipotek) menjadi
pemilik benda yang menjadi objek jaminan hipotek karena dibitur (pemberi
hipotek )cedera janji. Apabila hal ini dierjanjikan, klausul yang demikian
dianggap tidak pernah ada atau batal demi hukum ( verval beding ). ketentuan
ini dimasukkan dalam rangka memberikan perlindungan hukum kepada debitur
(pemberi hipotek) guna melindungi kepentingan debitur dan pemberi hipotek
lainnya, terutama bila nilai benda yang menjadi objek jaminan hipotek ini
melebihi jumlah utang yang dijamin dengan jaminan hipotek. Seandainya pemegang
hipotek berniat utuk memiliki benda yang menjadi objek jaminan hipotek yang bersangkutan,
maka pemegang hipotek dapat membelinya asalkan itu dilakukan melalui pelelangan
umum sesuai dengan ketentuan persyaratan dan prosedur yang berlaku
G. Hapusnya
Hipotek
Menurut pasal 1209 KUHPerdata, ada tiga cara hapusnya hipotik, yaitu:
1.
Karena hapusnya ikatan pokok
Dengan berakhirnya perikatan
pokok, jadi apabila utang yang dijamin dengan hak hipotik itu lenyap; bisa
karena utang itu dilunasi, bisa juga karena perikatan pkoknya lenyap karena
daluarsa yang membebaskan seorang dari suatu kewajiban (daluarasa ekstinktif).
2.
Karena pelepasan hipotik oleh si berpiutang
Jadi apabila kreditur yang bersangkutan melepaskan
dengan sukarela hak hipotiknya; pelepasan dengan sukarela ini tidak ditentukan
bentuk hukumnya, tetapai tentu harus secara jelas dan tegas. Tidaklah
cukupdengan memberitahukan maksud hendak melepaskan hak hipotikoleh pemegang
hipotik kepada sembarang orang misalnya pihak ke tiga. Biasanya pelepasan ini
dilakukan dengan pemberitahuan kepada pemilik dari benda yang terikat dengan
hak hipotik itu
3.
Karena penetapan oleh hakim
Jadi apabila dengan
perantaraan oleh hakim diadakan pembagian uang pendapatan lelang dari benda
yang dihipotikkan itu kepada para kreditur; kreditur yang tidak kebagian
pelunasan piutangnya kehilangan hak hipotiknya oleh karena pembersian
1.
Musnahnya benda/hak yang
dihipotekkan.
2.
Berakhirnya hak pemberi hipotek
seperti yang disebutkan dalam Pasal 1169 KUHPerdata
3.
Berakhirnya jangka waktu pemberian hipotek
4.
Terpenuhinya syarat batal dalam
akta hipotek
5.
Karena pencabutan hak
6.
Benda jaminan dicabut haknya demi
kepentingan umum
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dalam buku Pokok-Pokok Hukum Perikatan dan Hukum Jaminan karangan
Hartono Hadisoeprapto menjelaskan, bahwa hipotik adalah bentuk jaminan jaminan
kredit yang timbul dari perjanjian, yaitu suatu bentuk jaminan yang adanya
harus diperjanjikan terlebih dahulu
Berdasarkan perumusan pengertian hipotek dan pasal-pasal lainnya dari KUH
Perdata, dapat dirumuskan bahwa hipotek adalah hak kebendaan atas benda tidak
bergerak (benda tetap) untuk pelunasan
hutang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan atau mendahulu
kepada pemegangnya. Dengan demikian hipotek mempunyai cirri-ciri sebagai berikut:
1.
Hipotek
merupakan suatu hak kebendaan atas benda-benda yang tidak bergerak (benda
tetap)
2.
Hipotek
merupakan lembaga hak jaminan untuk pelunasan utang, (sejumlah uang)tertentu
yang sebelumnya diperjanjikan dalam suatu akta
3.
Walaupun
pemegang hipotek tidsk diperkenankan untuk menguasai dan memiliki kebendaan
jaminan yang dihipotekkan
·
Sifat-sifat
hipotek
Sebagai
hak kebendaan yang memberikan jaminan atas kebendaan tidak bergerak, maka sifat-sifat yang melekat pada hipotek
itu, adalah :
a.
Bersifat
accessoir pada perjanjian pokok tertentu
b.
Tidak
dapat dibagi-bagi
c.
Tetap
mengiikuti kebendaan
d.
Bersifat
terbaku
e.
Mengandung
perterlaan
f.
Mengenal
pertingkatan
g.
Mengandung
hak didahulukan
h.
Mengandung
hak untuk perlunasan piutang tertentu
·
Subjek hipotek
Dari ketentuan Pasal 1168 KUHPerdata menetapkan
bahwa hipotik tidak dapat diletakkan selainnya oleh siapa yang berkuasa
memindah tangankan benda yang dibebani. Jadi berdasarkan ketentuan dalam Pasal
1168 KUHPerdata, hipotik hanya dapat diletakkan/dibebankan oleh orang/mereka
yang mempunyai kewenangan untuk melakukan memindahtangankan benda yang dibebani
dengan jaminan hipotik, baik hal itu ditujukan terhadap debitur maupun penjamin
pihak ketiga. Sesuai dengan pasal 1168 KUH perdata, di sana dijelaskan bahwa
tidak ada ketentuan mengenai siapa yang dapat memberikan hipotik dan siapa yang
dapat menerima atau mempunyai hak hipotik.
·
Objek hipotek
Pasal 1164 KUH perdata mengatakan bahwa yang dapat dibebani dengan
hipotik ialah:
1. Benda-benda tak
bergerak yang dapat dipindah tangankan beserta segala perlengkapannya yang dianggap
sebagai benda tidak bergerak
2.
Hak pakai hasil atas
benda-benda tersebut beserta segala perlengkapannya
3. Hak numpang karang dan
hak guna usaha dan hak usaha (erfpactt, identik dengan hak guna usaha).
4. Bunga tanah baik yang
harus dibayar dengan uang maupun yang harus dibayar dengan hasil dengan hasil
tanah dalam wujudnya.
5.
Bunga sepersepuluh
6. Pasar-pasar yang di tentukan oleh pemerintah,
beserta hak-hak istimewa yang melekat padanya
Sebagaimana
diterangkan sebelumnya, bahwa hipotek merupakan lembaga hak jaminanyang
lahirnya karena diperjanjikan sebelumnya, berbeda dengan privilege yang lahirnya dikarenakan undang-undang. Oleh karena itu,
dengan sendirinya pembebanan atau pemberian hipotek didasarkan kepada
perjanjian pemberian jaminan hipotek yang diadakan antara debitur (pemberi
hipotek) atau kuasanya dan kreditor (pemegang hipotek) dan dilakukan di hadapan
pejabat tertentu. Perjanjian pembebanan atau pemberian jaminan hipotek mana
harus dituangkan dalam suatu akta autentik, yaitu akta yang dibuat oleh atau di
hadapan pejabat umum, yakni akta notaris atau akta pejabat umum lainnya.
Akta hipotek merupaan akta autentik yang dibuat
oleh atau dihadapan notaries sebagai pejabat umum, yang berisi pemberian
hipotek kepada kreditur tertentu sebagai jaminan untuk pelunasan piutangnya.
Isi akta hipotek memuat hal-hal yang bersifat wajib dan hal-hal yang bersifat
fakultatif. Hal-hal yang bersifat wajib harus dicantumkan secara lengkap di akta
hipotek, sebab hal-hal tersebut akan menentukan untuk sah tidaknya Akta Hipotek
tersebut. Ketentuan yang demikian ini dimaksudkan utuk memenuhi atas
spesialitas dalam pemberian hipotek, baik mengenai identitas subjek pemberian
hipotek dan pemegang hipotek, benda yang menjadi objek jaminan hipotek, dan
jumlah jumlah utang yang dijamin
D. Saran
Mungkin inilah
yang diwacanakan pada penulisan tugas makalah ini. Meskipun penulisan ini jauh
dari sempurna minimal kami
mengimplementasikan tulisan ini. Masih banyak kesalahan dari penulisan
tugas makalah ini, karena kami manusia
yang merupakan tempat salah dan dosa: dalam hadits “al insanu minal khotto’
wannisa’”, dan kami juga butuh saran/ kritikan agar bisa menjadi motivasi untuk
masa depan yang lebih baik daripada masa sebelumnya. Kami juga mengucapkan
terima kasih atas dosen pembimbing kuliah Hukum Jaminan oleh ibu Indri
Hadisiswati, SH., M.Hum yang telah memberi kami
tugas makalah demi kebaikan diri kami sendiri.
DAFTAR PUSTAKA
Hadisoeprapto, Hartono. 1984. Pokok-Pokok Hukum Perikatan dan Hukum Jaminan. Yogyakarta: Liberty.
Salindeho, John. 1994. Sistem Jaminan Kredit Dalam Era Pembangunan
Hukum. Jakarta: Sinar Grafika.
Subekti. 1995. Pokok-Pokok Hukum Perdata. Jakarta:
Intermasa.
Usman. 2009. Hukum Jaminan Keperdataan. Jakarta:
sinar grafika.
Langganan:
Postingan (Atom)